Awalnya hanya ada satu orang yang sering 'ngerjain' saya di sekolah saat kelas 3 SD. Mulai dari rok yang disingkap, dikejar-kejar hingga ke toilet perempuan, disiram pakai air, dilemparin balon berisi air, dsb. Awalnya saya tidak pernah mengadu ke orangtua saya karena mamanya berteman dengan mama saya. Saya hanya diam saja dan melawan sebisa saya. Tapi, semakin dilawan, saya semakin dikerjai oleh anak laki-laki satu itu.
Sampai akhirnya, pada suatu hari, anak laki-laki itu menakut-nakuti saya dengan kain pel sampai akhirnya muka saya dilempar pakai kain pel. Hari itu saya hanya bisa menangis di toilet, dan sepulangnya saya ke rumah, saya menceritakan hal itu ke orangtua saya. Tapi orangtua saya hanya menyuruh saya untuk menghindari anak itu. Sungguh tidak membantu sama sekali! Karena kemanapun saya pergi, saya akan dikejar oleh orang itu, dan dia akan terus mengerjai saya!
Ketika itu, saya bukan anak yang populer di sekolah. Saya agak menutup diri karena teman-teman saya yang suka mengerjai saya. Sepulang sekolah, saya langsung pulang ke rumah naik mobil jemputan. Saya adalah anak yang pendiam, tidak seperti teman-teman saya yang sering memamerkan kekayaan orangtuanya. Sepulang sekolah, saya biasanya ada les piano atau les sempoa. Saya tidak pernah main keluar rumah.
Suatu ketika, ada satu anak perempuan yang sepertinya membenci saya. Padahal saya juga tidak terlalu dekat dengan anak itu walaupun kami satu kelas dan les sempoa di tempat yang sama, tapi anak itu seperti membenci saya. Waktu berjalan ke kelas, dia sengaja 'menyelengkat' kaki saya hingga saya terjatuh dan berdarah. Sampai saat ini saya masih ingat cara dia tertawa, sangat membekas di ingatan masa lalu saya. Bahkan dia melakukan itu tidak hanya sekali saja! Saat di kelas pun, dia berusaha untuk menyelengkat kaki saya agar saya terjatuh.
Saya bukan anak yang suka mengadu ke orangtua saya. Saya selalu menyimpan hal itu sendiri. Saat kakak saya melihat kaki saya yang lecet, saya hanya bilang kalau saya terjatuh di sekolah. Ketika kakak saya dan mama dari anak perempuan itu berpapasan saat saya sedang jalan-jalan di mall dengan kakak saya pun, saya tidak mengadu sama sekali. Apalagi si anak perempuan ini mukanya cukup menakutkan. Saya akui, dia cantik. Tapi saya takut dengannya karena senyumannya mengerikan seperti nenek lampir!
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak yang suka ngebully saya. Baik secara fisik, maupun verbal. Dipalak, diejek, dikucilkan, didiskriminasi, bahkan ditimpuk bola basket pun pernah. Dulu saya hanya punya 3 orang teman yang saya percaya. Mereka tidak pernah membully saya seperti gerombolan bocah sialan itu. Saya seringkali bercerita hal apapun ke mereka. Bahkan mereka juga tau anak laki-laki yang saya taksir di sekolah.
Saya masih ingat dengan anak laki-laki yang saya taksir saat itu. Benar-benar kisah cinta monyet anak SD kelas 5. Dia anak laki-laki yang paling tinggi di kelas, dan kami punya hobi yang sama, yaitu membaca. Kami sering kejar-kejaran sebelum bel sekolah karena hal-hal konyol. Kami juga sering bertemu di perpustakaan sekolah. Saat jam pulang sekolah, saya sengaja sering duduk di tempat dia biasa dijemput.
Tapi sayangnya, banyak yang akhirnya membicarakan mengenai saya dan anak laki-laki yang saya taksir itu. Akhirnya, saya menjauh mundur. Saya takut. Takut kalau akhirnya saya tidak bisa ngobrol dengannya lagi, bahkan saya takut suatu saat nanti dia bergabung bersama kelompok berandal itu dan ikutan ngebully saya. Kalau saja saya saat itu tidak pernah dibully, mungkin saya punya kepercayaan diri yang tinggi. Tapi sayangnya, saya tidak bisa apa-apa. Saya hanya anak SD culun, berkacamata, dan lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan saat jam istirahat untuk menghindari bullying.
Ketika saya kelas 1 SMP, saya pikir tidak akan ada lagi bullying di hidup saya. Tapi sayangnya malah semakin parah, sampai saya takut kalau ada tugas kelompok yang mengharuskan saya mengerjakan tugas bersama para berandal itu. Tapi, sebagai anak SMP yang masih sangat labil, saya punya batas kesabaran sendiri. Pernah suatu ketika saya memukul salah satu anak pindahan yang merupakan anggota dari gerombolan bocah berandal itu karena dia tidak bisa dikasihtau. Tapi bukannya mereka jadi takut dengan saya, malah keesokan harinya saya dikerjain oleh mereka.
Ketika SMP, saya jadi sering bolos sekolah, malas untuk berangkat ke sekolah, dan sangat menghindari orang-orang tersebut. Saya semacam 'benci dengan diri saya sendiri' pada masa-masa itu. Saya berusaha untuk meningkatkan kepercayaan diri saya dengan mengikuti beberapa ekstrakurikuler di sekolah. Untungnya saya mengikuti ekskul yang berkaitan dengan hobi saya, yaitu musik. Saya juga sempat belajar gitar lalu nekat ikut ekskul band. Ketika saya belajar gitar pun teman saya tidak mau mengajari saya sampai akhirnya saya mengambil gitar tua yang ada di rumah dan saya membeli buku panduan belajar gitar menggunakan uang jajan saya. Akhirnya saya belajar sendiri dan sering memperhatikan teman saya saat bermain gitar. Saya berterimakasih pada mereka, karena jika mereka tidak memperlakukan saya seperti itu, mungkin saya tidak akan terdorong untuk belajar gitar. Beberapa minggu kemudian, saya membentuk band bersama adik kelas saya karena tidak ada yang mau satu band dengan saya.
Sebagai korban bullying, saya benci ketika harus melihat ada orang lain yang dibully. Pernah suatu ketika, waktu saya sudah SMP, saat saya jalan di lapangan, saya melihat ada anak SD yang dikerjai oleh temannya. Saya benar-benar marah saat itu, karena anak perempuan ini sudah menangis dan masih diledek oleh teman-temannya. Emosi saya meluap-luap dan saya memarahi gerombolan anak nakal itu sampai mereka pergi. Melihat anak itu, saya langsung teringat masa-masa waktu saya masih SD. Anak SD ini akhirnya saya bantu berdiri dan kami duduk bersama sambil ngobrol.
Saya tau rasanya menjadi korban bullying, terutama jika tidak ada tempat mengadu. Dulu, mama sering bilang kalau semua guru bilang kalau saya adalah anak yang cerdas tapi saya terlalu sering bolos sekolah. Orangtua dan guru saya tidak tau kalau saya sering dibully. Yang mereka tau hanyalah 'Angel adalah anak pemalas karena sering bolos sekolah'. Saya selalu menahan apapun sendirian. Namun ketika sudah mau kelulusan, saya berusaha sebaik mungkin supaya tidak sekolah di tempat yang sama lagi. Akhirnya saya lulus dengan nilai yang sangat baik (semua nilai ujian nasional diatas 8) dan saya bisa sekolah di Semarang.
Kehidupan saya lambat laun berubah ketika duduk di bangku SMA. Kepercayaan diri saya tumbuh, bahkan saya menjadi ketua unit di asrama dan menjadi ketua kelas. Saya sudah tidak takut untuk bergaul lagi walaupun akhirnya pada kelas 1 semester 2 saya harus kembali ke Jakarta dan masuk ke sekolah negeri.
Tapi sungguh semuanya berbeda sejak saya masuk SMA! Tidak ada lagi yang namanya bullying, apalagi saat itu saya termasuk salah satu anak yang pintar di kelas. Saya jadi semakin berkembang dan semakin percaya diri.
Saat saya duduk di bangku kuliah pun saya punya kepercayaan diri. Saya berani mengemukakan pendapat. Saya berani berbicara di depan umum. Tidak seperti saat SD dan SMP dimana saya selalu takut karena saat saya berbicara pun seperti tidak ada yang mendengarkan. Ketika saya SMA saya bisa menjadi siswi dengan NEM tertinggi, dan ketika saya di bangku kuliah juga saya mendapat penghargaan mahasiswi berprestasi dari kampus. Saya jadi berani mengembangkan bakat saya. Saya tidak takut lagi. Bahkan pergaulan saya jadi luas dan saya aktif di organisasi, bahkan pernah menjadi presiden mahasiswa.
Tapi jangan salah, bullying memang sudah hampir tidak ada di hidup saya, tapi haters masih ada dimana-mana. Bahkan beberapa kali saya difitnah. Saya yang dulu benar-benar berbeda dengan saya yang sekarang. Dulu ketika saya dibully, saya hanya diam saja. Tapi sekarang saya jadi bisa 'melabrak' orang yang jahat. Saya berani mengemukakan apa yang saya rasakan, tidak seperti dulu.
Saat saya sudah menginjak bangku kuliah, banyak juga teman-teman saya yang berteman dengan sangat 'tidak sehat'. Menurut saya, itu adalah bentuk baru dari bullying, makanya saya sering menggunakan kata 'bully' diantara teman-teman saya. Di mata saya, meledek juga sama dengan bullying.
Saya tidak habis pikir dengan orang-orang yang sering membully orang lain. Apakah mereka tau bahwa korban bullying berpotensi untuk bunuh diri? Apakah mereka pernah mendengar kisah Amanda Michelle Todd yang bunuh diri karena dibully? Mungkin banyak yang harus melihat video Amanda di YouTube supaya tau kisahnya dan tidak lagi membully orang lain.
Untuk kalian yang memang suka membully orang lain, kalian sebaiknya berpikir berkali-kali lipat, karena bisa saja kalian yang seharusnya bertanggung jawab atas efek jangka panjang korban bullying, antara lain:
- kepercayaan diri korban bullying akan menurun drastis
- korban bullying akan merasa tidak aman, dimanapun dia berada
- korbn bullying akan sulit untuk mendapatkan semangat untuk menjalani hari-harinya
- korban bullying bisa saja menjadi orang yang 'kejam' terhadap sesamanya
- korban bullying akan lebih mudah mengalami gangguan psikologis, seperti depresi, dsb
- korban bullying akan mudah gelisah, bahkan seringkali menghadapi gangguan tidur
- korban bullying akan menghadapi masalah makan
- korban bullying bisa saja menjadi sangat agresif, sensitif, mudah marah, atau bisa saja memendam marah dalam jangka waktu yang sangat lama
- korban bullying berpotensi untuk mengucilkan dirinya sendiri dan sulit bersosial (perkembangan sosialnya akan terganggu)
- korban bullying lebih mudah phobia, bahkan terhadap hal-hal kecil
- bahkan korban bullying berpotensi untuk melakukan BUNUH DIRI!
Jadi, bagi para pelaku bullying, kalian memangnya bisa bertanggungjawab atas hal-hal ini? Kalau korban kalian bunuh diri, kalian bisa apa?
Sayangnya, menurut pengalaman saya, tidak banyak guru dan orangtua yang peka dengan masalah bullying ini. Dan kebanyakan pelaku bullying melakukan 'aksi'nya tanpa ketahuan oleh orang dewasa!
Jadi untuk kalian, adik-adik yang menjadi korban bullying, sebaiknya kamu lapor ke guru atau orangtua kalian. Jangan disimpan sendiri! Kamu tidak akan jadi korban bullying lagi jika kamu berani berbicara. Jangan sampai hal yang kamu alami akhirnya menjadi lebih parah. Jangan sampai bullying menghambat kamu untuk berkembang!
Bagi para guru dan orangtua, lebih peka lah terhadap anak-anak kalian. Jika kalian melihat ada sesuatu yang 'tidak wajar' pada anak-anak, segera tanyakan masalahnya. Jika ada anak yang tadinya ceria namun berubah menjadi murung secara berkepanjangan, tanyakan permasalahannya. Apakah ada sesuatu hal buruk yang terjadi? Jika ternyata anak tersebut adalah korban bullying, segera lakukan tindakan!
Dan bagi para orangtua, jangan lupa untuk selalu menyemangati anak. Ingatkan mereka bahwa mereka adalah anak yang istimewa. Selalu berikan motivasi untuk anak agar mereka tetap bersemangat. Sebisa mungkin, luangkan waktu juga untuk mengawasi anak. Kebanyakan bullying terjadi pada jam istirahat dan pulang sekolah. Jika memiliki waktu, datanglah ke sekolah dan lihatlah sendiri kondisi dan situasi di sekolah. Dan jika melihat ada anak yang dibully, segeralah bertindak!
Banyak sekali tanda di sekolah yang bertuliskan "stop bulllying" dan sejenisnya. Namun sayangnya tanda itu tidak akan efektif jika pada akhirnya tidak ada penanganan yang nyata dari guru dan orangtua. Semua orang dewasa juga harus bisa bertindak jika melihat bullying! Ini bukan masalah "bukan urusan gue" atau "ngapain ikut campur urusan bocah?" dan sejenisnya, namun kita sebagai orang dewasa harus bisa ikut mencegah bullying!
Please, bantu generasi penerus kita dari tindakan bullying! Sekali lagi, STOP BULLYING!
No comments:
Post a Comment